Social Engagement on TikTok
Offer Details
I will give the best to everyone without exception and give your smile to everyo
1 Social Engagement on TikTok
About this offer
About the influencer
anyeks one
Seiring dengan berkembangnya teknologi digital dewasa ini, kamera digital bisa dikata sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Hampir setiap orang sekarang pasti memiliki setidaknya satu buah kamera digital yang dibawa kemana-mana dalam bentuk kamera smartphone.
Situasi yang kemudian berkembang lebih jauh lagi, yaitu dalam bentuk lahirnya ketertarikan semakin banyak orang terhadap yang namanya fotografi. Banyak dari anggota masyarakat yang kemudian menyadari bahwa fotografi adalah dunia yang menarik dan bahkan bisa dikembangkan menjadi sebuah sarana untuk mendapatkan penghasilan. Ujungnya, ketertarikan orang untuk menjadi fotografer, baik amatir atau profesional terus bertambah.
Ditunjang dengan promosi yang dilakukan para produsen kamera dan para penulis di dunia maya, semakin hari semakin banyak anggota masyarakat yang berminat untuk mencoba menggeluti dunia yang kerap disebut sebagai “seni melukis dengan mempergunakan medium cahaya ini”.
Hal itu terbukti dari semakin banyaknya pengguna internet yang memanfaatkan mesin pencari Google untuk mencari berbagai tulisan terkait dengan cara menjadi fotografer profesional, sekedar cara memotret yang baik, dan berbagai hal lain terkait fotografi. Jumlahnya mencapai ratusan ribu pencarian menurut data dari Ubersuggest setiap bulannya.
Sebuah ketertarikan yang wajar mengingat bahwa mereka memiliki alat untuk itu, kamera, dan sudah pasti mereka ingin bisa menggunakannya semaksimal mungkin. Tidak sedikit juga yang berpandangan bahwa di dunia ini ada potensi untuk mendapatkan penghasilan.
Nah, pertanyaannya, bagaimana sih cara menjadi fotografer itu? Ternyata langkah-langkahnya lumayan panjang dan butuh waktu tidak sebentar. Banyak hal yang harus dipikirkan dan dipelajari sebelum akhirnya mencapai tujuan.
1) Niat dan Tujuan
Segala sesuatu bermula dari niat.

Niatnya sudah ada, tentunya, yaitu menjadi fotografer yang handal. Tetapi, tahukah Anda bahwa kata “handal” bukan berarti harus menjadi profesional. Ada perbedaan yang jauh antar keduanya.
Seorang yang mahir dalam fotografi, tidak selalu berarti harus menjadi profesional. Sudah terbukti di lapangan, bahwa pemotret amatir sekalipun bisa memiliki kemampuan fotografi yang tidak kalah dengan yang profesional.
Beda kedua istilah ada pada kata amatir dan pro. Yang pertama menjelaskan bahwa uang bukanlah fokus, sedangkan yang kedua menunjukkan dimana kata fotografer dijadikan sebagai profesi, dengan tujuan utama, uang.
Seorang profesional hampir pasti akan memerlukan perlengkapan yang bertujuan memuaskan pengguna jasanya. Di sisi lain, seorang amatir biasanya akan berfokus pada mencari kesenangan atau kepuasan bagi diri sendiri.
Dan, pada akhirnya, perbedaan ini pada akhirnya akan diterjemahkan ke dalam wujud nyata, berupa perlengkapan, sudut pandang, penanganan, dan jalan yang berbeda pula. Contoh sederhananya dimana pemakaian kamera Full-Frame yang harganya memiliki deret angka yang lebih panjang kerap menjadi peralatan minimum seorang fotografer pro, sementara yang amatir sering sudah merasa cukup dengan tipe APS-C (cropped sensor) saja.
Tidak masalah juga memulai sebagai seorang penghobi (amatir) dan kemudian beralih menjadi profesional. Tidak masalah.
Tetapi, tetapkan niat dan tujuan dulu di awal sebelum memulai.
2) Beli Kamera
Tidak akan lahir kata fotografer kalau kamera tidak lahir.
Jadi, setelah niat ditetapkan, segera beli kamera. Dengan begitu proses-proses selanjutnya bisa berjalan.
Ada begitu banyak kamera yang ditawarkan dan semuanya dipromosikan sedemikian rupa sehingga terlihat sangat menarik dan mengundang. Tidak sedikit yang memberi kesan, jika Anda membeli kamera jenis tertentu, Anda bisa segera menjadi fotografer handal.
Jangan terpengaruh. Tetap fokus pada niat awal saja.

Meskipun Anda bertujuan untuk menjadi seorang fotografer profesional , langkah awal bisa dimulai dengan perlahan saja, yaitu dengan membeli kamera kelas pemula. Bukan berarti tidak boleh membeli yang kelas atas, tetapi akan banyak fitur yang terbuang dan mubazir karena pengetahuan kita masih terbatas dalam hal ini.
Lakukan saja secara bertahap.
Banyak pilihan kamera entry level dari berbagai jenis, seperti
Canon 1400D / 750D
Nikon D3500
Fujifilm XT-10 (Mirrorless)
Dan, masih banyak lagi pilihan lainnya.
Kesemuanya sudah memiliki fitur yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka yang baru belajar memotret. Di kamera kelas pemula ini sudah ada fitur Aperture Priority, Shutter Priority, ISO, dan Manual. Lensanya juga bisa berganti-ganti.
Bedanya biasanya terletak sensor yang lebih kecil dibandingkan kelas Full-Frame.
Tetapi, secara fitur sudah lebih dari cukup untuk semua proses belajar sebelum kemudian beranjak ke langkah berikutnya.
Tetapi, ada tetapi-nya. Kalau memang dana tidak terbatas, membeli langsung kamera kelas atas sekalipun bisa jadi opsi. Cuma, tetap sayang karena teknologi kamera digital tidak jauh berbeda dengan smartphone, terus berkembang secara pesat. Di saat membeli bisa jadi kamera itu termasuk yang paling canggih, tetapi dalam 3-4 tahun ke depannya bisa jadi sudah ketinggalan zaman.
Padahal, proses belajar saja akan makan waktu cukup lama dan ketika kemahiran kita meningkat, kameranya mungkin sudah tertinggal dibandingkan kamera yang baru.
Sangat disarankan untuk membeli DSLR atau Mirrorless saja dan bukan Super Zoom atau Prosumer. Keterbatasan dalam kamera jenis terakhir, salah satunya dalam hal lensa, bisa membuat rasa ketidakpuasan lebih sering muncul dalam hati dan bisa menjadi penghambat proses belajar.
Jadi, silakan tentukan maan yang terbaik menurut dana dan tujuannya. Kalau ternyata tidak ada dana, jangan berkecil hati, pergunakan saja kamera smartphone karena tetap kita bisa belajar bahkan dengan kamera terbatas seperti itu.
3) Baca Buku Manual (Kenali Kamera Anda)
Kamera sudah di tangan?
OK.
Merasa sudah menjadi fotografer? Jangan. Masih panjang langkah yang harus ditempuh. Singkirkan sejenak perasaan itu.
Langkah selanjutnya adalah baca buku manualnya.

Kamera digital di masa sekarang mirip dengan sebuah komputer mini. Butuh pengetahuan cara mengoperasikannya dan dalam hal ini, tidak ada yang terbaik selain membaca buku manualnya. Disana jelas tertera bagaimana mengaktifkan dan menonaktifkan fitur-fitur pada kamera.
Kata orang, kamera adalah istri fotografer.
Tidak bisa ada rumahtangga bahagia tanpa kita mengenal pasangan kita. Prinsip ini juga berlaku dalam hubungan antara fotografer dan kameranya.
Setiap kamera punya kekurangan dan kelebihan. Tidak beda dengan pacar atau istri/suami. Jadi, pastikan kita mengetahui kedua sisi tersebut.
Setelah membaca buku manual, mulailah memotret untuk mempraktekkan apa yang tertulis dalam buku panduan. Coba saja dengan memotret hal-hal kecil di sekitar, seperti bunga, taman, rumah, dan banyak hal lainnya.
Dari sana akan terlihat kekurangan dan kelebihan. Juga, dengan begitu perlahan tetapi pasti kita bisa membiasakan diri dengan kamera tersebut. Tidak berbeda dengan mempunyai pacar baru.
4) Belajar
Sudah merasa menjadi fotografer? Boleh lah, dalam artian luas, fotografer adalah seseorang yang menghasilkan foto dengan kamera. Anda sudah bisa memotret, jadi bebas-bebas saja untuk menyebut diri sebagai fotografer. Tidak ada yang melarang.
Tetapi, belum bisa disebut handal atau mahir. Butuh lebih dari sekedar kamera.
Seorang fotografer merupakan penggabungan dari “orang yang memotret” dan “kamera”. Ketika kamera sudah ada, maka berlanjut pada “orangnya”.
Tidak bisa menjadi seorang fotografer handal hanya sekedar dengan kamera bagus bin mahal, sedangkan orangnya hanya memiliki pengetahuan dan skill terbatas. Tidak klop dan bukan pasangan yang cocok.
Untuk itu, langkah berikutnya adalah dengan “belajar”.

A) Teori
Proses belajar sendiri tidak ada patokan dan standar pasti, setiap orang bisa berbeda. Tetapi, yang jelas semua orang butuh “pengetahuan” untuk bergerak maju. Dan, dalam hal ini, membaca teori-teori terkait teknik memotret yang baik akan sangat membantu.
Ada banyak teori dasar fotografi yang harus dipelajari, seperti :
Komposisi foto : seperti Rule of Thirds, Golden Triangle,
Komposisi Warna : penggunaan warna aktif dan pasif (hangat dan dingin)
Teknik : bokeh, panning, strobist, low-key
Sudut pengambilan gambar : eye-level, low-level, frog eye-level, high level, bird eye
Pencahayaan : alami, dalam ruangan, malam hari
Jenis obyek : landscape, makanan, portrait
Dan, sebagainya
Banyak. Memang begitulah adanya. Itulah mengapa ada universitas di Indonesia yang menyediakan satu program studi khusus fotografi, yaitu di Institut Seni Indonesia di Yogyakarta.
Secara teori memang akan banyak sekali hal yang harus dipelajari seorang fotografer. Hanya saja, semua itu tentunya tidak perlu dilakukan sekaligus. Satu persatu akan lebih baik.
Artinya, tidak perlu harus membaca semuanya dalam satu waktu karena hasilnya adalah kebingungan yang besar dan malah menghambat perkembangan.
Cara terbaik adalah dengan mempelajari satu teori, misalkan tentang segitiga fotografi (ISO, Aperture, Shutter Speed), kemudian dengan kamera yang ada, semua yang dipelajari dipraktekkan di lapangan. Dengan begitu, apa yang dipelajari bisa diterapkan dan diubah menjadi skill.
Sumber pengetahuan teori bisa didapat dari berbagai sumber, yaitu :
Internet : berkembangnya fotografi membuat hadir banyak blog/website yang mengajarkan teoir-teori memotret. Mayoritas gratis dan bebas diserap pengetahuannya
Buku : perkembangan fotografi juga mengilhami banyak fotografer ternama untuk menuliskan teori mereka sendiri bagaimana menekuni fotografi berdasarkan pengalaman dan pengetahun yang mereka punya
Kursus/kelas fotografi : jika menginginkan yang lebih terarah, banyak kelas dan kurus fotografi yang diadakan, dan ini bisa menjadi sumber pengetahuan teori
Bertanya pada teman yang sudah mahir : teori tidak selalu dalam bentuk tertulis, pengetahuan teori juga bisa disampaikan secara lisan dari teman atau kawan yang sudah lebih dulu bergelut di bidang ini
Seorang yang sudah berniat menjadi fotografer, mau tidak mau harus melalui tahap ini. Memang menyebalkan, tetapi pengetahuan teori memberi dasar bagi pengembangan selanjutnya.
B) Praktek (Latihan)
Sudah hapal semua teori? Good.
Sayangnya, fotografi adalah dunia praktek. Semua dinilai dari hasil dan buka seberapa banyak pengetahuan teori yang ada di kepala.
Jadi, semua pengetahuan teori tadi harus bisa diterjemahkan ke dalam foto. Dan, untuk mendapatkannya, ya mau tidak mau harus praktek.
Ambil kamera, dan kemudian mulailah memotret. Terapkan semua yang sudah dihapalkan pada saat di lapangan. Misalkan, mengenai Aperture, teorinya semakin besar bukaan diafragma kamera akan membutuhkan cahaya lebih banyak, buktikan sendiri di lapangan berapa shutter speed yang diperlukan untuk aperture f.1,8 dan f/11 untuk obyek yang sama.
Lakukan terus berulang kali, sampai apa yang diajarkan dalam sebuah teori terbukti di lapangan.
Kalau memang perlu, minta keluarga, teman, pacar, atau siapapun menjadi modelnya.

Kemudian latihlah penempatan obyek sesuai dengan Rule of Thirds atau Golden Triangle, mana yang menurut Anda paling bagus. Komposisi warna, lihat bedanya ketika komposisi warna merupakan gabungan active color + active color. Active + cool colro, dan cool + cool. Perhatikan dan mana kira-kira yang menghasilkan foto paling menarik.
Jangan lupakan juga untuk melakukan berbagai eksperimen, seperti kalau secara teori ada setidaknya 5 sudut pengambilan gambar, cobalah memotret satu obyek dari kelima sudut tadi. Mana hasilnya dan temukan bedanya.
Ubah teori menjadi skill.
Dan, semua itu tidak bisa dilakukan tanpa melakukan latihan penerapan terhadap teornya.
C) Praktek (Hunting)
Hunting foto termasuk proses belajar, tetapi terasa lebih menyenangkan.
Prosesnya dilakukan dengan coba berburu obyek, baik sendiri atau dilakukan bersama dengan sesama penggemar fotografi/fotografer lainnya.
Proses yang satu ini akan menambahkan pengalaman dan jam terbang yang sangat dibutuhkan. Sama dengan pilot atau profesi apapun lainnya, jam terbang kerap paralel dengan skill yang dimiliki. Semakin banyak jam terbangnya, biasanya semakin mahir seseorang.
Oleh karena itu, jangan ragu untuk bergabung dengan komunitas-komunitas fotografi untuk memperdalam kemampuan, sekaligus mencari teman sejawat. Hal ini bisa berguna di kemudian hari.
Hunting foto juga membantu seseorang keluar dari zona nyaman karena kerap kali dihadapkan pada situasi dan kondisi pemotretan yang berbeda. Prosesnya akan menambah khasanah pengetahuan dan sifat mengembangkan sifat adaptif dalam diri sang pemotret.

Semakin sering hunting, biasanya pengetahuan akan semakin bertambah pula.
Jadi, jangan ragu untuk mengikuti sesi hunting bersama, baik berbayar atau gratis. Bisa juga, luangkan waktu setiap minggu untuk sesi hunting solo.
D) Pengeditan Foto
Setelah teori dan praktek mantap, sudah selesai? Belum juga. Meski sifatnya opsional, tetapi kalau melihat perkembangan fotografi di masa sekarang, masih butuh 1 hal pelengkap. Namanya, pengeditan foto.
Bukan apa-apa, tetapi terkadang sebuah foto hasil kerja keras kita terasa masih kurang “sempurna” alias belum sesuai dengan apa yang kita mau. Untuk kembali membuatnya, belum tentu ada kesempatan.
Jadi, perlu dilakukan sedikit tindakan koreksi dengan jalan mengedit foto yang sudah jadi.
Caranya, ya dengan menggunakan software atau aplikasi Photoshop, GIMP, dan masih banyak jenis perangkat lunak pengedit citra.
Lagi-lagi, kita harus belajar juga cara menggunakan software tersebut.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyempurnakan foto dengan software, seperti :
Cropping untuk mendudukkan subyek foto pada tempat seharusnya dan membuang bagian yang tidak perlu
Perbaikan kontras (contrast( dan kecerahan (brightness)
Perbaikan saturasi warna
Tentu tidak perlu sampai subyeknya menjadi sempurna, seperti efek instan, tetapi perbaikan-perbaikan kecil yang membuat foto menjadi lebih bagus dan enak dilihat.
Pastinya, kita akan membutuhkan waktu tambahan untuk hal yang satu ini.
—–
Dan, setelah proses belajar, selesai dong dan bisa menyebut diri sebagai fotografer handal?
Well, disana kabar buruknya.
Proses belajarnya harus diulang berulangkali dan dilakukan terus menerus. Tidak bisa hanya sekali dua saja, dan langsung merasa sudah menjadi fotografer yang handal.
Ingat saja apa yang dikatakan Henri Cartier Bresson :
“Your first 10000 photographs are your worst (10 ribu fotomu yang pertama adalah yang paling buruk)” ~ Henri Cartier Bresson
Pernyataan yang sangat benar dan sekaligus menunjukkan betapa panjang proses belajar yang harus dilakukan.
Proses belajar dalam fotografi (4 jenis) tidak berhenti dan harus terus dilakukan, lagi, lagi, dan lagi. Penghentian proses ini hanya akan menurunkan skill yang dimiliki. Jadi, mau tidak mau setiap fotografer harus mau melakukannya tanpa henti.
Selama dia masih mau menjadi fotografer.
Tetapi, yang jelas, hampir pasti setelah proses belajar dilakukan, maka hasil foto kita akan menjadi jauh lebih baik daripada saat pertama kali kita membeli kamera. Percayalah.
Mengenai handal atau tidak, sebenarnya bukan urusan kita. Kata ini bergantung pada penilaian dari orang lain terhadap hasil foto kita. Merekalah juri yang sebenarnya dan berhak memberikan gelar fotografer yang mahir atau tidak.
Nah, bila tujuan Anda hanyalah menjadi fotografer amatir yang handal, bisa sampai disini saja. Lanjutkanlah dengan memposting sebanyak mungkin foto di Instagram dan Facebook, kumpulkan LIKE sebanyak-banyaknya, dan terimalah pujian dari mereka yang menyukai foto-foto hasil jerih payah Anda.
Sampai disitu saja sebagai fotografer amatir karena niat dan tujuannya adalah untuk kesenangan atau kepuasan diri saja, maka setelah proses belajar ini selesai, nikmati perjalanan Anda sebagai fotografer dan biarkan orang lain menikmati dan menilai sendiri kehandalan Anda.
Tambahkan sedikit dengan mengikuti lomba foto, siapa tahu saja menang dan mendapat hadiah.
Bukan tidak mungkin nama Anda menjadi tenar karena itu dan membuka peluang untuk menjadi fotografer profesional.
Memang beda yah?
Ya beda banget.
Kalau tujuannya adalah fotografer profesional, yang di atas belum cukup. Masih ada langkah tambahan lagi.
5) Belajar Bisnis
Seorang fotografer profesional berbeda dengan amatir dalam hal “uang”. Kata profesional berasal dari kata profesi yang berarti pekerjaan. Orang melakukan pekerjaan untuk mendapatkan uang dan mencari nafkah.
Jadi, mau tidak mau fotografi bagi seorang fotografer profesional adalah profesi sekaligus unit bisnisnya.
Dan, untuk itu seorang fotografer harus belajar berbagai hal lain yang berada di luar lingkup fotografi agar bisa menghasilkan uang dan kekayaaan yang diinginkan.
Yang harus dipelajari tidak kalah banyak, tetapi secara singkat, ia harus belajar :
Memilih genre yang tepat : hal yang penting karena tidak semua genre fotografi bisa menghasilkan uang, sebagai contoh street fotografi. Sulit untuk menghasilkan uang dari memotret kejadian sehari-hari di jalanan. Pemilihan genre yang tepat dengan selera pasar yang tersedia adalah kemutlakan, sebagai contoh genre fotografi portrait yang berguna untuk pemotretan pre-wedding dan wedding atau maternity yang peminatnya banyak.
Menghitung biaya priduksi : bisnis adalah tentang untung dan rugi, kalau seorang fotografer tidak tahu cara menghitung ongkos produksinya, dia bisa rugi terus dan usahanya tutup. Dia akan kembali menjadi amati
Promosi : sebuah bisnis tanpa promosi sama artinya hanya menunggu tutup saja karena tidak akan ada yang mengenalnya dan tidak akan ada yang membeli (jasanya). Mau tidak mau seorang fotografer profesional harus berusaha terus mempromosikan dirinya kemana-mana untuk memperluas pasar.
Branding : Anda harus bisa menampilkan citra tertentu kepada pelanggan, seperti Anda adalah ahli dari foto retro yang cocok untuk prewedding dengan tema seperti itu
Membuat jaringan : jangan salah, bisnis di masa sekarang membutuhkan network atau jaringan. Adanya jaringan akan membantu dalam pengembangan usaha, seperti pembentukan tim atau bahkan pinjam meminjam peralatan. Belum lagi sebagai sarana untuk promosi
Komunikasi : tidak ada negosiasi yang bisa berhasil tanpa kemampuan komunikasi. Akan sulit meyakinkan calon pengguna jasa, jika kita tidak bisa meyakinkan mereka bahwa kita adalah yang terbaik dalam bidang ini dengan bujet yang tersedia
Dan, jangan dilupakan bahwa, proses belajar fotografi dan yang disebutkan sebelum tentang bisnis ini masih tetap harus dilakukan terus. Meski Anda nanti menjadi mahir dalam berbisnis, tetapi tidak lagi mahir dalam memotret, artinya sama saja, Anda sulit menjadi fotografer profesional karena salah satu bagian utamanya menghilang
Nah, kira-kira seperti itulah teori langkah-langkah menjadi fotografer handal dan profesional. Tentu tidak saklek atau harus seperti itu. Bagaimanapun “banyak jalan menuju Roma” alias pasti ada jalan lain, termasuk salah satunya ketika keberuntungan itu hadir.

Hanya, proses garis besarnya, berdasarkan pengalaman, dan berdasarkan membaca cerita fotografer terkenal yang sudah sukses, semuanya melewati tahap-tahap seperti ini. Mereka juga membutuhkan waktu tidak sebentar untuk mencapai puncak tangga kesuksesan seperti sekarang.
Jadi, bila memang niat Anda kuat untuk menekuni fotografi dan meraih kesuksesan disana, persiapkan diri Anda. Perjalanannya tidak mudah dan akan banyak sekali tantangan dan hambatannya.